21 April 2010

Rasa Ingin Tahu, Baik atau Buruk???

nice article from http://www.facebook.com/note.php?note_id=269447565619

Mungkin sudah menjadi sifat dasar manusia untuk memiliki rasa ingin tahu, mungkin memang curiosity itu ada dalam hati setiap kita. Tapi seberapa besar rasa ingin tahu ini ada, dan seberapa jauh kita bertindak untuk memuaskan rasa ingin tahu ini, hal itulah yang sebenarnya menjadi masalah. Buat saya, rasa penasaran itu membuat kita maju, membuat kita melihat hal-hal yang belum pernah kita lihat dan mengerti. Contohnya pengalaman penemu pesawat terbang, Wright Bersaudara, dengan rasa ingin tahu mengapa burung bisa terbang bermuara pada penciptaan pesawat terbang. Juga Isaac Newton sang penemu prinsip gravitasi yang berawal dari rasa penasaran kenapa apel bisa jatuh dari atas pohon. Tapi harap diingat ada batasan yang jelas saat kita berhadapan dengan dinding tebal yang bernama "privacy" yang dengan jelas menunjukkan bahwa hanya sejauh itulah kita perlu tahu.

Belakangan ini saya menemukan banyak sekali orang-orang yang bisa dibilang memiliki rasa keingin-tahuan yang sangat besar (saya menyebutnya dengan istilah kepo, berasal dari bahasa daerah yang lebih kurang punya arti ingin tahu, tapi dalam konotasi negatif), bahkan sedemikian besarnya sampai-sampai tembok "privacy" saya pun hendak dijebol oleh mereka. Mulai dengan memata-matai situs pertemanan saya, berpikir, bercerita negatif dan sindiran-sindiran sinis tentang saya di lingkungan sekitar (seperti kanker merasuk satu per satu, dari satu orang menyebar ke orang lain), dan sampai keluar tuduhan-tuduhan yang sangat tidak masuk akal, dengan kata lain sudah menjadi fitnah. Luar biasa bukan? Berawal dari rasa kepo, menyebar seperti racun yang masuk ke dalam pembuluh darah sehingga orang lainpun merasa perlu untuk bersikap kepo. Tidak hanya sampai disitu, bahkan untuk memuaskan rasa kepo itu cerita yang dibuat-buat sendiri pun akhirnya muncul ke permukaan, suatu fitnah. Sedangkan saya sendiri bukan kekurangan pendukung, tapi saya merasa tidak perlu menyeret-nyeret orang lain ke dalam masalah saya, karena ini adalah masalah saya pribadi, bukan masalah teman-teman saya, dan saya tidak suka bersembunyi di balik komplotan dengan bendera solidaritas.

Sungguh luar biasa yang namanya kepo itu. Saat saya sudah bersikap merelakan dengan lapang dada dan tidak lagi memperkeruh masalah yang ada, tetap saja tidak ada habisnya rasa ingin tahu mereka tentang saya. Sampai blog ini ditulispun saya masih banyak mendengar tentang sindiran-sindiran sinis dari sumber-sumber yang bisa dipercaya. Kalau mau diibaratkan, saya ini sudah seperti artis top papan atas yang dicari-cari kesalahannya, ditunggu lengah sampai berbuat salah, langsung di-expose seperti sebuah paparazzi. Entah harus merasa jengkel atau merasa terhormat sebenarnya kalau sampai privasi saya dikorek-korek bagaikan seorang selebriti. Hahaha...

Kembali bicara soal kepo, saya pernah membaca suatu kisah yang memberi saya cara menghadapi orang-orang seperti ini :

Saya memiliki sebuah kisah favorit mengenai berhadapan dengan "teman" kepo (suka ikut campur urusan orang lain), dimana saya rasa pada awalnya banyak dari mereka sebenarnya bukan teman saya.

Ketika saya pertama kali jatuh cinta, semua orang kelihatannya punya sebuah cerita tentang saya di kota kecil tempat saya tinggal (jika mereka tidak memilikinya, mereka menciptakannya sendiri). Sebagian besar orang yang seusia dengan saya umumnya sudah menikah atau memiliki hubungan dengan orang lain, dan saya sebagai seorang wanita lajang rupanya mulai menjadi daya tarik dan pusat perhatian yang "interesting". Sebagai contoh, saya mulai mendengar bahwa saya telah menjalin hubungan dengan seorang penghuni penjara yang kebetulan berasal dari kota asal saya (seorang laki-laki yang tidak pernah saya lihat atau temui sebelumnya), dan dikisahkan bahwa saya telah melahirkan seorang anak haram (bahkan saya sendiri tidak tahu saya sudah memiliki anak!) dengan si penghuni penjara ini. Bahkan sampai hari ini saya tidak tahu dimana keberadaan anak saya yang tersembunyi ini, namun hal itu tetap saja masuk akal bagi mereka yang sungguh-sungguh kepo, bukankah begitu? Beberapa cerita lain yang mulai saya dengar benar-benar luar biasa, dan saya rasa dapat menyaingi The Omen, Something to Talk About, Pretty Woman, dan banyak lagi!

Saya akhirnya lelah mendengar gosip tentang diri saya (dan sebagai catatan saya tidak percaya kalau seorang menyambung-lidahkan gosip yang sedemikian negatifnya adalah seorang teman sejati), jadi akhirnya saya memasang sebuah iklan di koran lokal setempat. Isinya seperti ini :

"Bagi Anda yang tertarik untuk mengetahui kehidupan pribadi dan percintaan saya (atau merasa kekurangan hal-hal ini dalam hidupnya), Anda sangat dipersilahkan dan disambut dengan tangan terbuka untuk menghubungi saya untuk menanyakan hal-hal tersebut kepada saya, dan saya dapat mengkonfirmasikan atau menyangkal segala desas-desus yang pernah Anda dengar atau sebarkan. Silahkan Anda menghubungi saya, atau bila tidak, tolong tahan diri Anda untuk tidak menyebarkan cerita-cerita yang tidak jelas ini. Terima kasih."

Harap diingat bahwa ini adalah sebuah kota KECIL, dan keesokan harinya banyak sekali wanita yang saya jumpai berwajah merah padam dan tidak berani menatap mata saya. Dan terlebih lucu lagi, pacar dan suami-suami mereka secara spontan tertawa dengan lepas melihat respon dari pasangan mereka. Dengan demikian saya sungguh-sungguh merasa tidak sia-sia mengeluarkan biaya untuk memasang iklan itu. Hal ini juga langsung menghentikan segala macam gosip yang menerpa diri saya SETIDAKNYA selama tiga atau empat tahun... Sungguh, hal ini benar-benar nyata!

Dalam suatu lingkungan yang akrab dimana ada orang yang betul-betul suka ikut campur, ada beberapa cara untuk menghadapinya, dan salah satunya adalah mengkonfrontasikan atau menantangnya secara jelas dan nyata, seperti dengan menjawab : "Kenapa? Apakah Anda sedang menulis buku?" atau, "Apakah Anda menulis biografi saya, karena semestinya saya juga dapat royalti...", dan lain sebagainya. Saya menemukan humor adalah cara yang hebat untuk menepis komentar balik pada orang yang tepat. Walaupun demikian, sebuah tantangan langsung dan frontal memang terkadang diperlukan untuk memastikan apakah orang itu mengerti bahwa kepo itu tidaklah lucu ATAU dapat diterima.

Jika orang-orang ini termasuk teman sejati Anda, mungkin mereka adalah jenis teman yang langka yang menunjukkan rasa peduli mereka dengan menanyakan hal-hal yang bersifat pribadi, dan jika mereka telah menjadi teman Anda untuk waktu yang cukup lama, tentunya Anda akan dapat mengidentifikasi apakah mereka betul-betul peduli atau memang suka ikut campur urusan Anda. Dalam kasus ini, jika yang ditemui adalah orang yang kepo, Anda bisa langsung memberi tahu mereka bahwa Anda tidak nyaman untuk menjawab pertanyaan-pertanyaan mereka. Seorang teman sejati SELALU mengerti dengan respon seperti ini. Kemudian bergantung pada lingkungan dimana Anda berada, tindakan lainnya adalah sesederhana berdiri dan pergi menjauh, karena jelas sekali ada beberapa kasus dimana kepo tidak perlu ditanggapi sama sekali.

Juga dengan respon "SAYA MERASA" sangatlah berguna dalam situasi-situasi tertentu: Sebagai contoh, "SAYA MERASA tidak nyaman membicarakan hal ini dengan siapapun" adalah sebuah respon yang baik, sama seperti, "SAYA MERASA mengkhianati kepercayaan seseorang dengan membicarakan hal itu," atau, "SAYA MERASA direndahkan saat Anda menanyakan pertanyaan seperti itu kepada saya, dan saya yakin Anda tidak bermaksud begitu, bukan?" Respon terakhir ini secara khusus sangat membantu karena statemen ini secara absolut membuat orang lain kehabisan kata2 ketika hal itu memang ADALAH maksud mereka. Lagipula orang kepo jarang sekali mempunya maksud untuk membangun diri Anda bukan?

Respon favorit terakhir saya ketika ke-kepo-an itu berbentuk sebuah pertanyaan mengenai orang lain adalah seperti ini : "Saya rasa anda mestinya langsung menanyakan hal itu kepada dia, karena saya tidak yakin dia akan nyaman jika saya mendiskusikan hal ini saat dia tidak ada di sini. Mungkin saja hal ini sifatnya pribadi."

Saya percaya bahwa salah satu cara terbaik untuk menghadapi orang kepo adalah dengan menunjukkan bahwa kita sendiri adalah orang yang sopan (tidak suka ikut campur), dan komentar-komentar yang telah disebutkan di atas dapat membantu kita membuat standarisasi dan batasan yang jelas. Saat Anda ragu, simpan sendiri tentang informasi Anda, demikian pula halnya dengan informasi orang lain.

Sumber : MiracleInProgress

Semua ini berbalik kepada diri kita sendiri. Kita tidak dapat mengubah sikap dan perilaku orang lain. Namun sebaliknya, kita sendiri yang harus berubah menanggapi sikap-sikap negatif semacam ini. Jadikan hati ini seluas samudra yang mampu menelan segala kepahitan dan kegetiran, sehingga segala macam hal buruk yang menimpa kita tidak akan mempengaruhi suasana hati kita, sama seperti halnya sebuah samudra yang tidak akan bergelora walaupun dilemparkan sebuah batu besar ke dalamnya. Kebesaran hati dan kelapangan dada, kunci keberhasilan kita untuk bertahan dalam menghadapi dunia ini. Seperti kata pepatah, "Anjing Menggonggong, Kafilah Berlalu." Life goes on, jangan menyibukkan diri kita dengan hal-hal sepele seperti ini. May this writing inspire you, God bless you always... Inspiring Stories by Jimmy Ho

No comments:

Post a Comment