16 October 2009

Kitty Story

Ini ada bacaan menarik dari milis tetangga yang di ambil dari blog Paulo Coelho. Cerita tentang kucing.... selamat menikmati dan semoga bermanfaat.. .


Seorang Maha Guru Zen di biara Mayu Kagi yang ternama memiliki seekor kucing yang sangat di sayangi. Saking sayangnya, dia selalu membawa serta kucing ini dalam setiap kelas meditasinya.

Suatu hari, maha guru ini meninggal dunia, dan posisinya digantikan oleh murid tertuanya.

Bikhu-bikhu yang lain kemudian bertanya, apa yang harus mereka lakukan dengan kucing kesayangan guru mereka.

Untuk menghormati dan mengenang jasa maha guru ini, para muridnya memutuskan untuk tetap mengizinkan kucing itu berada dalam setiap kelas meditasi mereka.

Beberapa bikhu dari biara tetangga, yang sering mengunjungi biara-biara didaerah sekitar itu kemudian mengetahui tentang keberadaan seekor kucing dalam setiap kelas meditasi di biara mayu kagi. Cerita ini pun menyebar.

Bertahun-tahun telah lewat, kucing kesayangan maha guru itu pun telah meninggal. Tapi karena para bikhu di mayu kagi sudah begitu terbiasa dengan adanya kucing dalam setiap kelas meditasinya, mereka kemudian mencari kucing lain sebagai pengganti.

Sementara itu, biara-biara lain yang mengetahui tentang keberadaan kucing dalam kelas meditasi di mayu kagi mulai menggunakan kucing juga dalam kelas meditasi mereka. Dari berita mulut ke mulut, mereka mempercayai bahwa keberadaan kucing lah yang membuat kualitas meditasi dan ajaran mayu kagi yang begitu bagus dan kesohor. Tanpa mengetahui bahwa sebenarnya kehebatan mendiang Maha Guru Zen itu lah yang membuat kualitas mayu kagi begitu bagus.

Beberapa generasi pun berlalu, dan jurnal-jurnal ilimiah tentang pentingnya kucing dalam meditasi pun mulai di tulis. Lambat laun, komunitas akademi mulai mempercayai bahwa kucing memiliki kemampuan untuk meningkatkan konsentrasi manusia dan menghilang energy negative.

Begitulah, selama satu abad, kucing dianggap sebagai bagian yang penting dan tak terpisahkan dari buddhisme Zen di daerah itu.

Sampai akhirnya, seorang master baru tiba, dan dia alergi terhadap bulu kucing.

Jadi dia memutuskan untuk tidak lagi membawa kucing dalam kelas mediatasi dengan para muridnya.

Semua orang protes, tapi sang master itu tetap tidak mengizinkan kucing masuk ke dalam kelas meditasinya. Karena master ini sangat lihay dan berbakat, para muridnya akhirnya bisa terus maju dan berkembang dalam kemampuan meditasi mereka, walaupun sudah tidak ada lagi kucing dalam ruangan itu.

Perlahan-lahan, biara-biara lain, yang mulai merasa repot harus memelihara banyak kucing dalam biara mereka, pun mulai meniadakan kucing dalam kelas meditasi mereka, tanpa mempengaruhi kualitas pembinaan spiritual mereka.

20 tahun kemudian, tesis-tesis baru seputar kucing dalam meditasi pun mulai di tulis, dengan judul-judul seperti “Meditasi tanpa eksistensi kucing” atau “menjaga keseimbangan Alam Zen dengan menggunkan kekuatan pikiran, tanpa bantuan kucing”.

Satu abad lagi berlalu, dan kucing sudah tidak ada lagi dipakai dalam kelas meditasi Zen di daerah itu. Tapi, diperlukan 200 tahun untuk semuanya kembali ke keadaan semula.

Dan semua ini karena pada waktu itu, tidak ada yang bertanya “mengapa ada kucing di dalam kelas meditasi itu.”

Seorang penulis mendengar cerita ini ratusan tahun kemudian, dan menulis dalam diarinya:

“...dan berapa banyak diantara kita, dalam kehidupan kita sehari-hari, berani bertanya: mengapa saya berbuat seperti begini atau begitu? Dalam setiap hal yang kita lakukan, seberapa sering kita juga tanpa sadar telah menggunakan “kucing”, tanpa ada keberanian untuk menyingkirannya, hanya karena kita sudah dikasih tau dari kecil bahwa “kucing” itu penting supaya semuanya akan baik-baik saja.”


No comments:

Post a Comment